Senin, 10 Januari 2011

Pantas Kalau Perempuan itu Masuk Syurga


"Waktuku terampas oleh anak ini" (sambil terisak menangis).
Ya, kata itu yang ku dengar dari ungkapan seorang ibu yang sedang menceritakan pengalamannya ketika dulu baru-baru mempunyai seorang bayi dan didalam hatiku aku membenarkan perkataan itu (berdasarkan pengalaman ngurus keponakan).

Seorang ibu yang mempunyai anak kecil seakan-akan waktu kita dibulak-balikan, siang jadi malam dan malam jadi siang. Kita harus siap untuk tidak tidur selama 24 jam, tangan harus kuat untuk senantiasa menggendong, emosi harus dikontrol karena tidak henti-hentinya mendengar suara tangis bayi, sabar ketika sedang makan harus membersihkan kotorannya, mata harus terjaga mengawasinya ketika ia mulai bisa merangkak dan berjalan, sabar dalam menjawab setiap pertanyaan yang sama yang sering kali diulang berkali-kali untuk memenuhi rasa keingintauannya. Harus terlatih mengerjakan setiap pekerjaan (mandi,memasak,mencuci,dll) dengan cepat,cermat. Mengcreate semua pekerjaan (mengurus keperluan anak, suami, rumah tangga, belum lagi kalau ditambah dengan pekerjaan diluar/instansi) menjadi kreatif dan lebih efisien dari sebelumnya.

Belum lagi ketika masa menggandung, harus setia membawa kemana-mana beban berat diperut, rasa mual yang tak terkira, posisi tidur yang tidak sebebas biasanya, melawan rasa tidak nafsu makan semata untuk keselamatan dan kesehatan calon si bayi, aktifitas yang 'terbatasi' dari biasanya. Teringat kata kakakku "Rasa sakit ketika kontarksi ketika melahirkan adalah 10 kali lipat rasa sakit ketika disminor (rasa sakit ketika nyeri haid)". Padahal rasa disminor yang ku rasakan selama ini, masya Alloh, sakitnya luar biasa, perut seakan dililit-lilit, dipelintir, tidak berkutik, sakiiitt sekaliii... tp rasa sakit ketika melahirkan 10 kali lipatnya dan berulanh-ulang kali dirasa selama terjadi kontraksi. Laa haulaa wa laa quwwata illa billah.

Ketika memasuki masa pertumbuhan, masa remaja, dewasa, dst, yang selalu dihantui rasa khawatir, bagaimana memberikan pendidikan,lingkungan yang terbaik untuk si anak tercinta. Doa yang tidak putus-putusnya berharap si anak menjadi anak yang sholih/ah, bermanfaat buat orang banyak. Bagaimana menjaga keluarga agar tetap berada di rel syari.

Dari pengalamanku mengurus keponakan, ketika menyuapi makannya, waktu ku habis sekitar 2jam, dalam hati ku "Ya Alloh waktu 2jam ku habis hanya untuk menyuapi makan saja, bila ku gunakan waktu 2jam tersebut untuk membaca buku mungkin sudah seratus halaman yang bisa ku baca, atau digunakan untuk tilawah mungkin sudah 2juz berhasil ku baca, atau bisa untuk mengerjakan tugas (laporan praktikum, nyicil skiripsi, dll)..." Tapi ku coba merenung mencoba menggali hikmah dari ini, selain hikmah melatih kesabaran, melatih diri menjadi ibu, dan akhirnya ku dapatkan sebuah hikmah, mungkin saja dari setiap suap makanan yang kusuapi akan semakin banyak lagi buku-buku, ayat-ayat al-qur'an yang tidak hanya terbaca tapi juga teraplikasikan atau amal-amalan yang lainnya yang akan bermunculan walau bukan dari diriku tapi dari diri keponakanku yang aku suapi, dimana suapan-suapan itu yang menjadi energi/tenaga bagi keponakanku untuk melakukan berbagai aktivitas kebaikannya dan semoga balasan dari disetiap aktivitas kebaikkan keponakanku akan mengalir pula kepada diriku karena Alloh Maha Adil...

Rabbighfirlii Wa Liwaalidayya Warham Humaa Kamaa Rabbayaanii Shaghiiraa

Ya, itu secuil gambaran tentang pekerjaan mulia seorang ibu. Secuil dari kondisi real yang akan dihadapi oleh seorang ibu, itu baru secuil keadaan ketika memiliki seorang anak, belum ketika memiliki 2/3/4/5/6/7/8/.. orang anak.

Pantas kalau perempuan itu masuk syurga, perempuan yang ikhlas dengan fitrah/kodratnya, perempuan yang melaksanakan kewajibannya hanya Alloh semata.
Dan benar pula sabda Rasululloh Saw bahwa penghuni neraka itu banyak dari kaum hawa, bagi kaum hawa yang menuruti hawa nafsunya, cinta dunia dan mengingkari fitrah/kodratnya sebagai perempuan.

"Menikah adalah bertempur"
"Medan jihad sebenarnya seorang akhwat adalah ketika sudah berkeluarga"
"Seorang akhwat akan teruji qowi/tidaknya adalah ketika sudah menikah"

Ketika sebelum menikah, mutaba'ah yaumiyahnya baik: sehari tilawah 1juz, qiyamul lail 11 rakaat, rawatib yang selalu terjaga, baca buku yang ajek, waktunya dipenuhi dengan aktivitas dakwah (liqo,kajian,dauroh,ngisi kajian) dst. Setelah menikah (punya anak) untuk bisa baca qur'an tiap hari saja butuh perjuangan yang amat sangat. "Rasanya sedih sekali ketika dulu mengingat-ingat amal yaumy sebelum berkeluarga dan membandingkannya dengan setelah berkeluarga".

Memang sulit tetapi bukan tidak mungkin untuk mempertahankannya. Itu adalah suatu fase adaptasi saja yang harus kita lewati, aktivitas tilawah 1juz yang berganti dengan aktivitas mengurus anak (tetap tilawah tapi kuantitasnya berkurang)  insya Alloh akan bernilai sama dimata Alloh Ta'ala karena mengurus anak agar menjadi anak yang sholih/ah penerus dakwah di kemudian hari adalah ibadah juga.

Karena kita bukan orang biasa, kita adalah orang-orang luar biasa, yang selalu meniatkan semua aktivitas kita untuk kebaikkan. Mengurus anak adalah kebaikkan, merapikan rumah adalah kebaikkan, liqo dan meliqoi adalah kebaikan, ikut kajian/ngisi kajian adalah kebaikkan. 
Yang meniatkan semua hal-hal yang kita miliki adalah untu dakwah, memilih/membeli rumah tujuannya untuk dakwah, beli motor/laptop/handphone/buku/sendal/pakaian/dll adalah untuk dakwah, Lillahi ta'ala.

Tarbiyah madal hayyah,
Tidak ada kata lulus dari tarbiyah.
Setiap fase kehidupan yang Alloh Ta'ala berikan kepada kita adalah sarana tarbiyah dari Alloh untuk membuktikan keimanan kita.
_____
Pelajaran hidup dari pengalaman seorang ummahat yang mengisnspirasi.
Catatan hikmah dari silaturrahmi kepada seorang ustadzah.

Senin 10 Januari 2011, pk.7.00
Disaat sedang mencari mood untuk belajar UAS hari ini ^^

2 komentar: