Selasa, 03 Mei 2011

IBU PERKASA, NEGARA SEJAHTERA




Selalu ada peran ibu di balik keberhasilan seseorang. Tidak dipungkiri lagi  dari biografi-biografi orang-orang hebat bahwa mereka dilahirkan dari orang hebat pula. Sebut saja Muhammad Rosululloh SAW, penyampai risalah Islam yang berlaku hingga akhir zaman, suri tauladan seluruh umat, seorang pemimpin yang dicintai dan mencintai rakyatnya, sang panglima perang yang gagah perkasa, seorang suami sekaligus bapak yang sukses dalam mengatur keluarganya, itu semua tidak terlepas dari peran Aminah (ibu kandung beliau SAW) dan Halimah As-Sa'diyah (ibu susu beliau SAW) dimana meraka adalah perempuan-perempuan bersih yang telah di jaga oleh Allah SWT, baik bersih pribadi, keluarga dan lingkungan sekitarnya.

Fakta lain adalah dari kisah yang sudah akrab kita dengar, yaitu kisah pada suatu malam Aminul Mukminin, Ummar Al-Khattab berjalan-jalan meninjau keadaan ummat Islam di bawah pimpinan  beliau ketika itu. Berhentilah beliau di sebuah rumah, tertarik akan perbuatan seorang ibu yang memaksa anak perempuannya mencampurkan sedikit air ke dalam susu dengan tujuan untuk mendapat hasil berlipat ganda dari hasil penjualan susu tersebut. “Campurlah susu itu dengan air” suruh ibu tersebut kepada anak perempuannya. “Aku takut ya ibu” jawab anak perempuannya. “Sudahlah, amirul mu’minin tidak melihat kita” jawab si ibu, kemudian anak perempuannya berkata, "Saya tidak takut kepada Umar (amirul mu’minin) tetapi saya takut kepada Allah. Allah melihat apa yang kita lakukan. Tak perlulah kita mengumpulkan keuntungan dan mendapat kemarahan ALLAH kerana menipu pelanggan."

Kesinambungan dari cerita ini, selepas beberapa hari Ummar memanggil salah seorang anak lelakinya, Ashim. Ditanyakan pada Ashim, apakah dia bersedia sekiranya Ummar pinangkan ia pada seorang gadis  penjual susu yang baik budi pekertinya. Lantas Ashim bersetuju dengan pilihan Ummar, tanpa memilih untuk melihat rupa paras gadis tersebut terlebih dahulu.
  
Beberapa hari kemudian, selepas persetujuan dari gadis tersebut, berlangsunglah pernikahan anak lelaki Ummar Al-Khattab, Ashim dengan gadis penjual susu. Hasil pernikahan mereka, lahirlah orang-orang hebat. Salah seorangnya adalah anak perempuan bernama Laila. Laila adalah isteri dari Abdul Aziz bin Marwan dan ibu dari Ummar bin Abdul Aziz. Dan Ummar bin Abdul Aziz adalah seorang pemimpin besar yang terkenal keadilanya pada zaman kegemilangan pemerintahan bani Umaiyah.

Selain itu ada imam Syafi’i yang ilmu-ilmu dan karya-karya beliau sangat bermanfaat bagi kita hingga saat ini. Berkat modal kesungguhan dan kecerdasanlah yang membuat Imam Syafi'i menjadi tokoh besar yang sukses. Namun selain dua modal tersebut, ada sosok seorang wanita miskin yang menjadi motivator utamanya, yaitu ibunya Fathimah binti Abdullah bin Hussein atau biasa dipanggil dengan Ummu Habibah. "Kebenaran itu ada di keluargamu. Engkau harus seperti mereka. Saya khawatir engkau akan menjadi 'lemah' di antara nasabmu," kata-kata itu dia sampaikan kepada Syafi'i kecil.

Pada usia yang masih dini, ibunya membawanya ke Makkah untuk disekolahkan ke para guru yang terkenal disana. Ibunya berharap dengan belajar di usia yang masih dini beliau bisa menjadi orang yang terdidik, alim dan terhindar dari pengaruh lingkungan yang tidak kondusif. Dengan demikian beliau bisa mengikuti jejak kebaikan para kerabatnya terdahulu. Mereka hidup dalam kondisi ekonomi yang tidak memadai. Namun berkat semangat dan motivasi yang kuat dari sang ibu, hal itu tidak menjadi alasan bagi Syafi'i kecil untuk berhenti menuntut ilmu. Bahkan menurut pengamatan ulama justru kemiskinan itulah yang menjadi motivasi utamanya. Dan masih banyak contoh ibu-ibu luar biasa lain yang mungkin tidak terexpose, yang telah berhasil membentuk anak-anak mereka sebagai orang tangguh nan hebat di muka bumi ini.

Pekerjaan seorang ibu adalah pekerjaan dibalik layar, tidak diketahui banyak orang tapi berdampak sangat signifikan. Pekerjaan mulia yang tidak mendapat award di dunia, pekerjaan berat yang hanya bisa dilakukan oleh orang hebat, pekerjaan keras nan cerdas untuk menghasilkan pribadi yang tangkas.

Ibu adalah madrasah awal bagi anak-anaknya. Madrasah awal bagi para pemimpin bangsa, ekonom bangsa, ilmuan bangsa, dan peran-peran lainnya. Ketika hari ini kita mendengar berita tentang pemimpin yang membohongi rakyatnya, ekonom yang korupsi, ilmuan sekaligus plagiator, pemuda-pemudi gemar hura-hura, maka tanyakanlah siapa ibu mereka dan bagaimana pendidikan yang diberikan oleh ibu mereka?
Seperti yang dikatakan oleh pribahasa: buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
           
Maka untuk memperbaiki negara yang sudah lapuk tiangnya, perbaikilah kualitas ibu dan calon ibu di negara tersebut. Ciptakan ibu-ibu yang mencintai pekerjaannya sebagai ibu, ibu-ibu yang sadar akan fitrahnya sebagai perempuan. Sejahterakan para kaum ibu untuk menciptakan Negara yang sejahtera.

-Senin malam yang dingin, 2 Me1 2011-

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba GEBYAR KEMUSLIMAHAN IMM KI BAGUS HADIKUSUMO UNS 2011

Senin, 10 Januari 2011

Pantas Kalau Perempuan itu Masuk Syurga


"Waktuku terampas oleh anak ini" (sambil terisak menangis).
Ya, kata itu yang ku dengar dari ungkapan seorang ibu yang sedang menceritakan pengalamannya ketika dulu baru-baru mempunyai seorang bayi dan didalam hatiku aku membenarkan perkataan itu (berdasarkan pengalaman ngurus keponakan).

Seorang ibu yang mempunyai anak kecil seakan-akan waktu kita dibulak-balikan, siang jadi malam dan malam jadi siang. Kita harus siap untuk tidak tidur selama 24 jam, tangan harus kuat untuk senantiasa menggendong, emosi harus dikontrol karena tidak henti-hentinya mendengar suara tangis bayi, sabar ketika sedang makan harus membersihkan kotorannya, mata harus terjaga mengawasinya ketika ia mulai bisa merangkak dan berjalan, sabar dalam menjawab setiap pertanyaan yang sama yang sering kali diulang berkali-kali untuk memenuhi rasa keingintauannya. Harus terlatih mengerjakan setiap pekerjaan (mandi,memasak,mencuci,dll) dengan cepat,cermat. Mengcreate semua pekerjaan (mengurus keperluan anak, suami, rumah tangga, belum lagi kalau ditambah dengan pekerjaan diluar/instansi) menjadi kreatif dan lebih efisien dari sebelumnya.

Belum lagi ketika masa menggandung, harus setia membawa kemana-mana beban berat diperut, rasa mual yang tak terkira, posisi tidur yang tidak sebebas biasanya, melawan rasa tidak nafsu makan semata untuk keselamatan dan kesehatan calon si bayi, aktifitas yang 'terbatasi' dari biasanya. Teringat kata kakakku "Rasa sakit ketika kontarksi ketika melahirkan adalah 10 kali lipat rasa sakit ketika disminor (rasa sakit ketika nyeri haid)". Padahal rasa disminor yang ku rasakan selama ini, masya Alloh, sakitnya luar biasa, perut seakan dililit-lilit, dipelintir, tidak berkutik, sakiiitt sekaliii... tp rasa sakit ketika melahirkan 10 kali lipatnya dan berulanh-ulang kali dirasa selama terjadi kontraksi. Laa haulaa wa laa quwwata illa billah.

Ketika memasuki masa pertumbuhan, masa remaja, dewasa, dst, yang selalu dihantui rasa khawatir, bagaimana memberikan pendidikan,lingkungan yang terbaik untuk si anak tercinta. Doa yang tidak putus-putusnya berharap si anak menjadi anak yang sholih/ah, bermanfaat buat orang banyak. Bagaimana menjaga keluarga agar tetap berada di rel syari.

Dari pengalamanku mengurus keponakan, ketika menyuapi makannya, waktu ku habis sekitar 2jam, dalam hati ku "Ya Alloh waktu 2jam ku habis hanya untuk menyuapi makan saja, bila ku gunakan waktu 2jam tersebut untuk membaca buku mungkin sudah seratus halaman yang bisa ku baca, atau digunakan untuk tilawah mungkin sudah 2juz berhasil ku baca, atau bisa untuk mengerjakan tugas (laporan praktikum, nyicil skiripsi, dll)..." Tapi ku coba merenung mencoba menggali hikmah dari ini, selain hikmah melatih kesabaran, melatih diri menjadi ibu, dan akhirnya ku dapatkan sebuah hikmah, mungkin saja dari setiap suap makanan yang kusuapi akan semakin banyak lagi buku-buku, ayat-ayat al-qur'an yang tidak hanya terbaca tapi juga teraplikasikan atau amal-amalan yang lainnya yang akan bermunculan walau bukan dari diriku tapi dari diri keponakanku yang aku suapi, dimana suapan-suapan itu yang menjadi energi/tenaga bagi keponakanku untuk melakukan berbagai aktivitas kebaikannya dan semoga balasan dari disetiap aktivitas kebaikkan keponakanku akan mengalir pula kepada diriku karena Alloh Maha Adil...

Rabbighfirlii Wa Liwaalidayya Warham Humaa Kamaa Rabbayaanii Shaghiiraa

Ya, itu secuil gambaran tentang pekerjaan mulia seorang ibu. Secuil dari kondisi real yang akan dihadapi oleh seorang ibu, itu baru secuil keadaan ketika memiliki seorang anak, belum ketika memiliki 2/3/4/5/6/7/8/.. orang anak.

Pantas kalau perempuan itu masuk syurga, perempuan yang ikhlas dengan fitrah/kodratnya, perempuan yang melaksanakan kewajibannya hanya Alloh semata.
Dan benar pula sabda Rasululloh Saw bahwa penghuni neraka itu banyak dari kaum hawa, bagi kaum hawa yang menuruti hawa nafsunya, cinta dunia dan mengingkari fitrah/kodratnya sebagai perempuan.

"Menikah adalah bertempur"
"Medan jihad sebenarnya seorang akhwat adalah ketika sudah berkeluarga"
"Seorang akhwat akan teruji qowi/tidaknya adalah ketika sudah menikah"

Ketika sebelum menikah, mutaba'ah yaumiyahnya baik: sehari tilawah 1juz, qiyamul lail 11 rakaat, rawatib yang selalu terjaga, baca buku yang ajek, waktunya dipenuhi dengan aktivitas dakwah (liqo,kajian,dauroh,ngisi kajian) dst. Setelah menikah (punya anak) untuk bisa baca qur'an tiap hari saja butuh perjuangan yang amat sangat. "Rasanya sedih sekali ketika dulu mengingat-ingat amal yaumy sebelum berkeluarga dan membandingkannya dengan setelah berkeluarga".

Memang sulit tetapi bukan tidak mungkin untuk mempertahankannya. Itu adalah suatu fase adaptasi saja yang harus kita lewati, aktivitas tilawah 1juz yang berganti dengan aktivitas mengurus anak (tetap tilawah tapi kuantitasnya berkurang)  insya Alloh akan bernilai sama dimata Alloh Ta'ala karena mengurus anak agar menjadi anak yang sholih/ah penerus dakwah di kemudian hari adalah ibadah juga.

Karena kita bukan orang biasa, kita adalah orang-orang luar biasa, yang selalu meniatkan semua aktivitas kita untuk kebaikkan. Mengurus anak adalah kebaikkan, merapikan rumah adalah kebaikkan, liqo dan meliqoi adalah kebaikan, ikut kajian/ngisi kajian adalah kebaikkan. 
Yang meniatkan semua hal-hal yang kita miliki adalah untu dakwah, memilih/membeli rumah tujuannya untuk dakwah, beli motor/laptop/handphone/buku/sendal/pakaian/dll adalah untuk dakwah, Lillahi ta'ala.

Tarbiyah madal hayyah,
Tidak ada kata lulus dari tarbiyah.
Setiap fase kehidupan yang Alloh Ta'ala berikan kepada kita adalah sarana tarbiyah dari Alloh untuk membuktikan keimanan kita.
_____
Pelajaran hidup dari pengalaman seorang ummahat yang mengisnspirasi.
Catatan hikmah dari silaturrahmi kepada seorang ustadzah.

Senin 10 Januari 2011, pk.7.00
Disaat sedang mencari mood untuk belajar UAS hari ini ^^

Sabtu, 08 Januari 2011

DUA MATA, DUA TANGAN

Ada kalanya kita seperti dua mata
Tak pernah berjumpa
Tapi selalu sejiwa

Kita menatap ke arah yang sama
Walau tak berjumpa
Mengagumi pemandangan indah
dan berucap: Subhanalloh

Kita bergerak bersama
Walau tak berjumpa
Mencari pemandangan yang dihalalkan
Menghindar dari yang diharamkan
dan berucap: Astaghfirulloh

Kita menangis bersama
Walau tak berjumpa
Dalam kecewa, sedih ataupun gembira
Duka dan bahagia
Dan tetap berucap: Laa haula wa laa quwwata illa billaah...

Tapi kadang kita perlu menjadi dua tangan
Berjumpa dalam sedekap sholat
Berjama'ah menghadap Alloh

Tapi kadang kita perlu menjadi dua tangan
Berjumpa dalam membersihkan
Segala kotor dan noda dari badan...